Lompat ke konten

Dua Sifat Pelit yang Tercela

Ketika kita berbicara tentang sifat pelit, maka yang terbetik dalam benak kita hanya identik dengan persoalan harta. Padahal, sifat pelit tidak hanya terkait harta saja. Dan perlu diketahui bahwa semua sifat pelit adalah tercela.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

وَلاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

“Tidak akan berkumpul sifat kikir dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (HR. An-Nasa’i no. 3110)

Dalam riwayat yang lain,

لا يدخل الجنة خِبٌّ ولا بخيل ولا منان

“Seorang penipu tidak akan masuk surga. Demikian pula, orang yang kikir dan orang yang mengungkit-ungkit pemberian.” (HR. Tirmidzi)

Secara garis besar, sifat pelit terbagi menjadi dua, yaitu pelit kepada diri sendiri dan pelit kepada orang lain (dalam hal harta, ilmu, dan kedudukan).

Pertama, pelit kepada diri sendiri

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah pernah berkata,

ﻭﺃﺷﺪ ﺩﺭﺟﺎﺕ ﺍﻟﺒﺨﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﺨﻞ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ، ﻓﻜﻢ ﻣﻦ ﺑﺨﻴﻞٍ ﻳﻤﺴﻚ ﺍﻟﻤﺎﻝ، ﻭﻳﻤﺮﺽ ﻓﻼ ﻳﺘﺪﺍﻭﻯ، ﻭﻳﺸﺘﻬﻲ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ﻓﻴﻤﻨﻌﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﺒﺨﻞ

“Derajat pelit yang paling parah adalah pelit terhadap diri sendiri, padahal ia sedang membutuhkan. Betapa banyak manusia yang menahan hartanya (tidak dibelanjakan), semisal ketika sakit ia tidak berobat. Ia sedang berhajat (punya kebutuhan) terhadap sesuatu, tetapi ia tahan karena pelit.”  (Lihat Mukhtashar Minhaj Al-Qashidin, hal. 205)

Orang yang pelit menurut perkataan para ulama,

إِنَّ الْبَخِيْلَ يَعِيْشُ عَيْشَ الْفُقَرَاءِ وَيُحَاسَبُ حِسَابَ الْأَغْنِيَاءِ

“Sesungguhnya orang pelit itu hidup di dunia seperti orang miskin, tetapi hisabnya di akhirat seperti orang kaya.”

Allah Ta’ala ketika memberikan nikmat dan rezeki pada hamba-Nya, maka Allah menyukai jika hamba-Nya tidak pelit dan menampakkan nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya tersebut pada dirinya, baik dalam bentuk pakaian, tempat tinggal, maupun kendaraan. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (menampakannya).” (QS. Ad-Dhuha: 11)

Begitu pula, yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

“Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah kepada hamba-Nya.” (HR. Tirmidzi no. 2819  dan An-Nasai no. 3605. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini sahih)

Maka, menampakkan nikmat-nikmat Allah itu dianjurkan asal jangan sombong dan tidak berlebihan.

Kedua, pelit kepada orang lain

Pelit kepada orang lain ada berbagai macam bentuknya dan yang paling parah adalah tatkala ia tidak menjalankan kewajiban harta, yaitu zakat dan nafkah. Sehingga, orang-orang yang pelit dan tidak menunaikan kewajiban harta, Allah beri ancaman dengan siksa,

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُون

“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak (harta) dan tidak menginfakkannya (mengeluarkan zakatnya) di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.

(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya malaikat berkata) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (QS. At-Taubah: 34-35)

Dari ayat di atas, orang yang tidak mengeluarkan kewajiban zakatnya akan disiksa di neraka dengan siksaan fisik (disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka) dan siksaan batin (celaan para malaikat).

Demikian pula, dalam hal nafkah, ia berdosa bila tidak menunaikan kewajiban nafkah kepada keluarganya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كفى بًالمرء إثما أن يضيع من يقوت

“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no. 1692 dan Ibnu Hibban no. 4240)

Selain dalam harta, pelit terkait dengan ilmu (agama) juga dilarang sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ

“Siapa saja yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka akan diberikan pada hari kiamat penutup mulut dari api neraka.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, serta Ibnu Hibban dalam Shahih-nya).

Dan dalam riwayat Ibnu Majah,

ما من رجل يحفظ علماً فيكتمُهُ إلا أتى يوم القيامة ملجوما بلجام من نار

“Tidak ada seorang pun yang hafal ilmu lalu ia menyembunyikannya, kecuali ia datang pada hari kiamat dalam keadaan mulutnya ditutup dengan penutup dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah)

Namun, terkadang menyembunyikan ilmu dibutuhkan dalam keadaan tertentu, seperti ingin menyampaikan di waktu yang tepat, masyarakat atau orang lain belum siap menerimanya, atau ilmu tersebut termasuk ilmu yang kompleks sehingga butuh waktu, pikiran, dan harta untuk memperolehnya.

Selanjutnya adalah pelit dengan kedudukan. Ada di antara kita yang mempunyai kedudukan di masyarakat, baik sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pejabat. Seseorang disebut pelit dengan kedudukan manakala ia mempersulit urusan orang lain, padahal ia mampu mengatasi dan menangani urusan-urusan tersebut. Ia juga pelit dalam membantu terselenggaranya kegiatan-kegiatan agama dan syiar islam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ

“Barangsiapa kikir, maka sesungguhnya dia kikir kepada dirinya sendiri.” (QS. Muhammad: 38)

Maksud ayat di atas adalah orang yang pelit sejatinya akan menghalangi pahala bagi dirinya sendiri. Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari sifat pelit dan kikir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *